Friday, August 7, 2020

TENTANG KEBIASAAN MAKANAN

Banyak orang mudah bosan dengan makanan yang mereka makan, tapi tidak dengan saya.

Saya pernah bertanya kepada teman saya kenapa ia selalu berganti-ganti merek rokok. Jawaban yang ia berikan sangat diplomatis dan cukup memberikan perspektif baru bagi saya yang mantan seorang perokok. Rokok itu, kata kawan saya, serupa seperti makanan. Semuanya enak, tergantung dari siapa yang merasakannya.

Ia kemudian menjelaskan, bahwa kebiasaannya berganti-ganti merek rokok seperti halnya ia berganti-ganti makanan yang ia makan.

“Gue ada sih rokok yang tetap, tapi kadang bawa rokok merek lain, buat sampingan,” terangnya, 

“Lo kalau makan di warteg sama tempe oreg seminggu berturut-turut kan pasti bosen juga kan?”

Saya mengangguk. Walau sebenarnya, saya tidak setuju dengan pernyataanya dia sebab saya adalah tipikal orang tak mudah bosan pada makanan. Saya bisa dan sanggup makan menu warteg dengan tempe oreg basah selama seminggu berturut-turut. Setiap hari dengan tetap berselera.

Pertanyaan tentang relevansi makanan dan rokok itu kemudian membawa saya pada perenungan tentang kebiasaan  saya yang ternyata tak pernah bosan pada satu makanan tertentu.

Dulu, sekira tiga tahun lalu, saya hampir setiap hari selalu makan siang dengan ayam gebuk pak gembus. Menu nasi ayam goreng dengan perpaduan sambal kacang bawang yang saya temukan saat pulang kerja di sekitaran daerah Rawabelong Kebon jeruk. Pertemuan saya pada Ayam gepuk pak gembus yang kemudian memulai hari-hari saya berikutnya dengan sebuah rutinitas yang sama.

Enam bulan berikutnya, nggak di kantor, kampus atau dirumah saya selalu makan dengan menu tersebut, entah siang atau malam hampir tak pernah ganti-ganti. Dan ajaib, saya benar-benar tak pernah bosan dengan itu.

Sepupu saya kemudian ikut-ikutan untuk mencoba ayam tersebut. Dan pada kenyataannya, dia juga ketagihan. Namun dia ternyata punya batasannya sendiri. Baru dua hari makan dengan ayam gepuk pak gembus, di hari berikutnya, sudah memilih menu lain.

“Bosen, dari kemarin pak gembus terus,” kata sepupu saya. “Lo nggak bosen?”

“Enggak.”

Dan kebiasaan itu terhenti saat saya merasa sakit perut selama lima hari lantaran setiap hari selalu makan dengan takaran sambal pedas. Pada akhirnya saya harus mengurangi, setidaknya seminggu sekali.

Saya lantas mencoba untuk mengingat masa-masa lalu saya dan memang pada kenyataannya saya sudah sangat akrab dengan ketidakbosanan atas makanan tertentu Saat SMA, hampir selama tiga tahun saya selalu sarapan lontong sayur  dan tempe glepung yang dijual oleh Mbak Yuyun tetangga saya. Begitu pula saat saya pertama kalinya merantau di Tangerang di mana setiap hari menu yang saya makan adalah nasi padang dengan kikil.

Tidak munculnya rasa bosan dalam diri saya tersebut kemudian menjadi sebuah polemik tersendiri setelah saya berpacaran dengan Anisa. Anisa adalah tipikal orang yang sangat eksploratif dalam urusan masak. Setiap hari, ia selalu mencoba menu-menu baru untuk ia masak. Dan tentu, tidak semua masakan yang ia masak saya suka, khususnya menu masakan Italia yang ada kejunya seperti spageti,macaroni dll yang tidak begitu cocok dilidah saya. Namun sekali saya suka masakannya, saya bisa memakan masakan tersebut berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan lamanya. Saya suka sop daging, sambel terasi, tumisan sayur atau segala osengan yang dimasak oleh Anisa. Itulah kenapa, kalau Anisa bertanya hari ini ingin dimasakin apa, jawaban saya selalu saja sama aja, asal jangan masakan yang ada kejunya.

Apakah ini membuat saya tersiksa? Entahlah. Yang jelas, saya selalu merasa nyaman-nyaman saja makan makanan yang saya suka berulang-ulang ketika kawan-kawan lain sudah mencoba banyak menu makanan beraneka ragam.

Yah, setidaknya, dengan kebiasaan ini, bisa jadi hal yang pas buat ngasih gombalan klasik kepada Anisa

 “Sama makanan aja aku setia, apalagi sama kamu.”

0 comments:

Post a Comment