Wednesday, March 11, 2020

PERKARA PEKERJAAN DAN ORANGTUA


Kalau pekerjaannya Polisi, Dokter, TNI, Guru, tentu mudah untuk menjelaskannya kepada orangtua, tapi kalau Buzzer, Influencer, Freelancer, dan -er -er lainnya, tentu tak semudah itu.

Saya sedang duduk di sebuah warung penyetan pecel lele saat makan siang, saat menunggu pesanan makanan saya datang, sebab saat itu, baru teh anget dan air kobokannya saja yang sudah disajikan di atas meja. Di seberang saya, duduk seorang lelaki setengah baya yang juga sama-sama sedang menunggu pesanannya datang. Mungkin karena dilandasi jiwa korsa sebagai sesama lelaki yang kelaparan tapi makanan belum datang, ia kemudian berbasa-basi membangun percakapan dengan saya.

“Kuliah di mana, Mas?” tanyanya.

Saya, dengan tampang yang sebenarnya sangat tidak akademik, agak tersinggung. Maklum, sebagai anak yang kuliah gak kelar-kelar, ditanya seperti itu memang agak gremeges. Rasanya pengin saya bales, “Lha kalau sampeyan jadi dosen di mana?”, tapi tentu saja itu urung terjadi.

“iya pak, sembari kerja.”

“Ooo, kerja apa, Mas? Di mana?”

Nah, jika pertanyaan pertama bikin saya gremeges, maka pertanyaan kedua ini bikin saya bingung. Maklum saja, setiap kali ditanya kerja di mana, saya memang selalu butuh waktu ekstra untuk berpikir mencari jawabannya. Bukan karena pekerjaan saya nggak punya nama, tapi karena saya bingung, bagaimana menerangkan pekerjaan saya.

Begini, saya bekerja sebagai seorang Drafter Project di sebuah perusahaan konstruksi kaca. Masalahnya, tidak mudah menjelaskan profesi ini. Pengin bilang tukang gambar, tapi saya bukan Arsitek. Pengin jawab Konseptor, tapi saya merasa kata itu masih terlalu asing.

Pada akhirnya, jawaban yang saya berikan adalah jawaban “dusta” yang saya anggap paling mudah dan paling mewakili pekerjaan saya walau secara teknis agak berbeda.

“Jadi buruh pak, di perusahaan kaca.”

Menjawab pertanyaan “kerja apa?” di jaman sekarang memang pada titik tertentu bukanlah hal yang mudah. Di era digital seperti sekarang ini, banyak pekerjaan baru yang kadang memang susah untuk dipahami oleh orang-orang tua.

Tak bisa kita mungkiri bahwa memang era digital banyak melahirkan profesi-profesi baru yang kerap tidak mudah dimengerti oleh orang-orang tua, apalagi yang tidak melek teknologi. Jangankan orang tua, bahkan untuk menjelaskan pekerjaan yang agak rumit, misal programmer atau layouter kepada kawan sendiri yang usianya sepantaran saja kadang kita begitu kesulitan untuk mencari kata-kata yang termudah.

Beberapa profesi baru muncul seiring dengan kebutuhan di era digital. Bisnis jual beli online, misalnya, melahirkan satu profesi baru bernama sprinter, yakni orang yang mengambil paket dari penjual untuk kemudian menyebarkannya ke counter-counter ekspedisi. Bisnis kampanye digital melahirkan profesi buzzer dan influencer, dua profesi yang cukup sering membikin orang bingung untuk menjelaskannya.

Berbagai profesi ini muncul tanpa banyak diduga oleh banyak orang. Jasa apa pun ada. Bahkan untuk sekadar bikin caption Facebook atau Instagram pun ada yang siap mengerjakannya. Dan kelak, aneka profesi yang “aneh” itu bakal membawa konsekuensi berupa kesulitan menerangkan pekerjaannya kepada orangtua atau calon mertua.

Kalau tidak diterangan dengan detail, hal tersebut mampu melahirkan polemik tersendiri. Seorang kawan pernah ditanya oleh seorang petugas kecamatan tentang pekerjaannya saat hendak membuat KTP. Ia menjawab “penulis” Sesaat setelah menjawab pertanyaan tersebut, si petugas kemudian langsung pasang tampang ramah. Padahal sebelumnya, wajahnya sengak bukan kepalang. Belakangan diketahui kalau si petugas kecamatan mengira kalau pekerjaan penulis itu ya wartawan. Sehingga ia takut kalau ia bersikap tidak ramah, niscaya bakal ditulis di media.

Seorang kawan saya yang lain, yang kebetulan juga penulis punya nasib yang nggak jauh berbeda. Ketika ia menjawab profesinya sebagai “penulis”, orang yang tanya itu langsung menimpali, “Oalah, sekretaris.”

Ah, betapa susahnya hal yang sebenarnya simpel begini. Saya jadi nggak bisa bayangin bagaimana kawan-kawan saya yang bekerja sebagai admin sosial media menjelaskan pekerjaannya.

“Kamu kerjanya apa, Dek?”

“Admin sosial media, Bu.”

“Admin sosial media? Itu kerjanya ngapain?”

“Ya ngurus Facebook, Twitter, sama Instagram.”

“Oalah, anak muda sekarang ya, bukannya kerja, malah Facebookan.”

0 comments:

Post a Comment