Saturday, January 1, 2022

HALO 2022

Halo apakabar? Bagaimana dengan perayaan tahun baru 2022 ini? Saya harap kalian baik semua serta selalu menyenangkan melewati momen pergantian tahun 2022 ini. Kita semua tahu bahwa 2021 cukup berat untuk kita lalui, tapi saya yakin kita semua masih punya harapan untuk bisa tetap lebih kuat dan alasan untuk hidup agar tahun ini kita bisa lebih baik kembali.

Bulan Desember kemarin seperti biasa tema-tema akhir tahun bermunculan. Resolusi akhir tahun, evaluasi, rekapitulasi, ringkasan-ringkasan ataupun kaleidoskop menjadi tema-tema yang hangat dibahas. Wajar memang, karena memang seperti itulah siklus hidup kita setiap tahunnya.

Saat menulis ini saya sedang berada di rumah, menikmati riuh dan gempitanya pergantian tahun sendiri. Saya kehabisan cara untuk menikmati momen tahun baru, bagi saya pergantian tahun bukan lagi tentang perayaan tapi tentang refleksi apa saja yang sudah kita lalui ditahun sebelumnya. Mengingat tidak banyak pencapaian yang berhasil diraih ditahun ini.

Hal itu tidak membuat saya berkecil hati, bisa hidup, bisa sehat, dan bernafas hingga malam ini adalah capaian tersendiri. Walaupun saat melihat sosial media banyak sekali orang yang membagikan capaian mereka ditahun 2020. Tapi hidup bukan soal itu saja, saya percaya kita masih bisa bangun tidur, bernafas dan bisa tersenyum adalah prestasi.

Mungkin ada beberapa teman – teman yang tahun 2021 kehilangan pekerjaan karena pandemi, kehilangan orang tersayang atau kehilangan kekasih. begitupun saya yg merasakan getirnya berpisah di akhir tahun 2020. Namun kita tidak bisa selamanya mengutuk sebuah perpisahan atau kehilangan. Bukan berarti kita tidak boleh berduka dan bersedih. Berduka adalah upaya merasakan cinta, meratapi perpisahan dan merelakan kehilangan. Yang terpenting kita tidak berlarut menyikapinya, dan berusaha menguatkan.

Ditahun 2021 saya perlahan mencoba menguatkan diri, menjalani kehidupan dengan semestinya. Usaha bangun pagi, bekerja lebih giat, membaca lebih banyak buku, mengikuti beberapa pelatihan digital marketing, membersihkan kamar, makan sehat dan berolahraga. Hal ini saya lakukan untuk menjaga kewarasan diri dan mencoba untuk mencintai diri sendiri.

Ditahun 2022 saya berharap bisa lebih percaya dengan diri sendiri. Tak perlu mengorbankan diri terus menerus. Tahun baru adalah saat saya bisa meninggalkan sesuatu yang membuat saya tidak bahagia. Saya rasa ini bukan sesuatu yang egois, karena memprioritas kan diri dan membahagiakan tak melulu lahir dari menyenangkan orang lain.

Mungkin 2022 tidak akan selalu bahagia tapi saya hanya perlu kuat, hanya perlu bangkit dan keras kepala. Saya percaya semua hal yang dilakukan dengan cinta tidak akan membuat kita menderita.

Selamat tahun baru 2022.

Tuesday, October 6, 2020

HARI PENGHIANATAN

Semalam, 5 Oktober 2020, sebuah tindakan pengkhianatan ramai-ramai dan tergesa-gesa telah dilakukan. RUU Omnibus Law yang menjadi cidro bagi mayoritas masyarakat di Negeri ini telah resmi disahkan sebagai UU. Demonstrasi penolakan setahun lalu nyatanya tidak pernah digubris sebagai manifestasi penolakan yang nyata dari masyarakat atas RUU tersebut.

Saya pribadi menganggap tanggal tersebut perlu diabadikan sebagai sejarah. Menjadi tanggal merah untuk berkabung karena amanah suci rakyat telah dikhianati oleh para pemangku kebijakan. Sejarah penghianatan besar-besaran yang dilakukan dengan persekongkolan tidak bermoral oleh entitas eksekutif dan legislatif. Tindakan yang begitu tidak tahu diri dilakukan oleh orang-orang yang diberikan fasilitas oleh rakyat.

Mereka dipilih, diberikan fasilitas yang mewah, gaji yang tinggi, tapi selayaknya anjing yang menggigit tuannya, mereka beramai-ramai mengesahkan Omnibus Law yang menggigit setiap kehidupan masyarakat kecil di negeri ini.

Padahal, kurang mengalah apa rakyat di negeri ini? Semua sudah diberikan. Ketika mereka menggunakan setelan baju dan jas yang bersih dan bagus, rakyat mengalah hanya menggunakan kaos partai pemberian mereka yang kualitas kainnya seperti saringan tahu. Saat mereka petantang-petenteng, jalan-jalan ke luar negeri, rakyat hanya berjalan-jalan dengan penuh ratapan di pinggiran sawah, melihat mata pencaharian mereka dibabat habis oleh buldoser-buldoser pengembang properti.

Ketika mereka begitu nyaman duduk di atas kursi empuk, dengan AC yang membuat kulit mereka tetap bersih, rakyat yang seharusnya menjadi bos mereka malah bekerja di tengah terik matahari yang menyengat, hawa panas dan bunyi-bunyi mesin dalam pabrik, ditambah terjangan ombak dan badai.

Semua perilaku mengalah selama ini, malah dibalas dengan tindakan pengkhianatan. Di masa pandemi, saat semua masyarakat kelimpungan dengan kehidupan diri sendiri karena kebijakan yang mencla-mencle, dengan tidak tahu dirinya mereka jadikan momen ini sebagai pelindung untuk segera mengesahkan RUU Ciptaker.

Tragedi ini membuat saya merasa waktu yang dikeluarkan untuk mempelajari materi PKN soal fungsi eksekutif dan legislatif begitu percuma. Sejatinya fungsi dua entitas ini adalah mengkhianati amanah rakyat. Simpel dan tidak perlu bertele-tele seperti yang tertulis di buku-buku PKN.

Kejelasan kasus HAM yang hanya sebatas jualan saat kampanye, nasib guru honorer yang makin terlunta-lunta, kebijakan penanganan pandemi yang kian mencla-mencle, serta berbagai kasus korupsi yang ditutup-tutupi membuat pengesahan RUU Ciptaker sakitnya sangat terasa di hati rakyat. 

Para buruh yang upahnya makin diskriminatif, para petani yang lahannya akan semakin digerogoti, para nelayan kecil akan kian terpinggirkan oleh nelayan kelas elit. Semua itu berkubang menjadi sebuah ekosistem penghianatan yang patut diingat.

Pengalaman adalah guru terbaik dan sekali lagi dua entitas publik yaitu eksekutif dan legislatif telah berhasil belajar dari pengalaman masa lalu. Pengalaman dijajah oleh VOC dan Jepang telah memberikan inspirasi kepada dua entitas ini untuk menjajah rakyatnya sendiri. Bila VOC dan Jepang melakukan penjajahan dengan ancaman senjata, dua entitas ini menjajah menggunakan regulasi. Rakyat dikhianati dan disiksa. Semua demi memuaskan nafsu oligarki.

Maka dari itu, mari bersepakat, bahwa 5 Oktober 2020 adalah momen bersejarah, menjadi momen berkabung untuk rakyat di negeri ini. Hari terjadinya pengkhianatan berskala nasional. Telah terjadi pengkhianatan yang mematikan harapan rakyat dan mengebiri hak-hak rakyat. Menjadi pengingat bagi anak cucu di masa depan bahwa sengkuni di dunia modern itu berwujud DPR.

“Bagaimana kalau anak sakit? Bagaimana obat? Bagaimana dokter? Bagaimana rumah sakit? Bagaimana uang? Bagaimana gaji? Bagaimana pabrik? Mogok? Pecat! Mesin tak boleh berhenti! Maka mengalirlah tenaga murah, Mbak Ayu Kakang dari desa disedot sampai pucat”- Wiji Thukul

Monday, September 21, 2020

BEBENAHLAH PENGUSAHA LAUNDRY!


Saya punya pengalaman tidak enak hati dengan salah satu laundry yang tidak perlu disebutkan namanya. Istilah Pemberi Harapan Palsu atau kerennya PHP cocok disematkan kepada pemilik usaha jasa cuci pakaian ini. Betapa tidak, berulang kali mendatangi untuk mengambil pakaian saya namun tak kunjung selesai.

“Bentar ya,” katanya. Saya tunggu beberapa menit sambil menikmati terpaan matahari ke dekat pintu. Ia beranjak mengambil telepon genggam dan mulai menekan layar menghubungi rekan satu timnya yang berada entah dimana. Sayang, kerjasama koorporasi yang mengeruk keuntungan dari orang malas mencuci ini tak berjalan mulus, tak ada jawaban.

“Nanti malam datang lagi ya bang,” sahutnya.

Lepas Magrib saya datang kembali ingin menagih janji Mbak petugas jasa laundry. Sesampainya di sana, bukan pakaian saya yang dapat, hanyalah pepesan kosong ditambah janji-janji manis. Ia hanya meminta maaf dan menyarankan datang besok harinya.

Masalahnya, nota yang saya pegang menyebutkan pakaian bisa diambil esok hari terhitung sejak saya antar. Ini adalah hari keempat saya memutuskan untuk mengambil pakaian. Sebab sudah kadung yakin tak bisa selesai sehari dengan paket cucian biasa.

Saya hanya bisa meratapi kekesalan memakai baju yang kadung sempit eks perut masih datar akibat stok baju sudah habis.

Pengalaman ini bukan sekali saja. Beberapa usaha sejenis mengikuti contoh kurang baik. Sehingga saya memutuskan menuliskannya di blog ini supaya tau bisa sebagai penyambung lidah rakyat.

Bagi para pemilik usaha laundry dimana pun berada, saya ingin beri saran agar kekesalan ini tak berlarut-larut dan menyelamatkan pelanggan Anda yang belum kena PHP. Tak menutup kemungkinan ada juga yang sudah menerapkan saran ini, mohon maaf mengingatkan lagi, saya kasih bintang lima saja.

Saya heran melihat telepon genggam super cerdas hanya dipakai untuk menghitung berat timbangan dikali tarif jasa kemudian menuliskannya ke selembar nota. Lalu menanyakan nama dan bayar sekarang atau nanti.

Sederhana saja, mintalah nomor HP pelanggan Anda. Hal ini bertujuan agar komunikasi yang baik dapat terjalin antara jasa dan konsumen. Tapi jangan disalahgunakan untuk aksi modusin Mbak atau Abang penjaga toko. saya tak tanggung jawab jika berujung ke pelaminan.

Pengusaha laundry lekas lah bergerak mengikuti era 4.0 ini. Jangan lagi hanya menanyakan nama itupun kadang bisa tertukar. Kebiasaan lain yang terjadi jika  ada beberapa nama yang sama bisa dijamin Mbak penjaga toko malah main tebak-tebakan.

“Boxer putih yang ada gambar Hello Kitty bukan ya,” memastikan pemiliknya.

Walau bukan sales aplikasi WhatsApp, saya menyarankan menggunakan ini untuk menjalin komunikasi. Sebab, untuk menekan biaya produksi kalau memakai SMS atau telepon langsung dari penyedia jasa telekomunikasi membutuhkan pulsa tidak sedikit.

Jika sudah mendapatkan nomor HP, beritahulah perkembangan baju dan celana pelanggan Anda sudah memasuki tahap mana. Tak perlu detail sekali seperti kapan mulai pemisahan-rendam-cuci-jemur-packing. Cukup kapan selesai. Atau jika pada waktu tertentu orderan sedang menumpuk kabari jika ada delay dari waktu siap yang sudah ditentukan.

Meski tak selalu real-time seperti Real Count KPU yang lengkap, rinci, lama, kadang kala ada kesalahan input, kami para pelanggan Anda hanya butuh Quick Count sejauh mana pakaian kami diproses. Kami pun bersedia deklarasi ke teman debat bubur diaduk atau tidak, kerjaan bahwa merekomendasi jasa laundry saudara dengan layanan prima.

Sebagai konsumen tentu merasa puas jika transparansi dibangun. Untungnya, usaha laundry tak dibiayai negara meski sama-sama kategori pelayanan publik. Sehingga, tidak bisa saya lapor ke Ombudsman Republik Indonesia. Om om yang satu ini tentu berkenan menerima laporan jika ada warga yang dirugikan atas  tidak patuhnya terhadap standar pelayanan publik.

Tirulah bisnis ritel yang menyediakan kartu member. Berguna untuk mengamankan pelanggan dari persaingan bisnis serupa. Lagi-lagi menghemat biaya produksi dengan tidak perlu mengeluarkan nota-nota seukuran tissue wajah setiap kali mengantar pakaian kotor. Agaknya lebih panjang untuk kolom biaya, tanggal pengantaran dan selesai. Bisa dipakai berkali-kali.

Jika ada rezeki berlebih boleh lah buat diskonan dengan syarat menunjukkan kartu member. Tapi jangan giveaway baju pelanggan lain, berbahaya.

Jika sudah terjalin komunikasi yang baik, sesekali kirim pesan siaran bagaimana pendapat konsumen terhadap jasa Anda. Apakah kurang rapi, parfumnya ditambah atau diganti jika mengingatkan seseorang yang dulu pernah ada hati. Ini perlu untuk evaluasi usaha Anda ke depan. Jangan mau kalah dengan abang ojol yang kita kasih bintang setelah gunakan jasanya.

Terakhir yang tak kalah penting adalah bertanggung jawab jika ada pakaian yang hilang. Suatu waktu, celana jeans biru saya tidak ada dalam plastik usai mengambil dari laundry. Hal ini baru diketahui usai sampai di kamar kost. Karena jarak yang terlalu jauh, esok hari baru saya menanyakan kehilangan barang. Abang yang jaga hanya kebingungan dan tidak bisa menjawab kemana ia pergi.

Nah, jika sudah mendapat nomor WA seluruh pelanggan, bisa langsung mengirim pesan siaran apabila menemukan celana dengan ciri-ciri sebagai berikut mohon diberitahu dan membawanya jika mengantar pakaian kotor lagi. Atau dijemput oleh pihak laundry. Ini upaya yang bisa dilakukan daripada hanya geleng-geleng kepala.

Kepada pengusaha laundry, lekas lah berbenah!


 

Friday, August 7, 2020

TENTANG KEBIASAAN MAKANAN

Banyak orang mudah bosan dengan makanan yang mereka makan, tapi tidak dengan saya.

Saya pernah bertanya kepada teman saya kenapa ia selalu berganti-ganti merek rokok. Jawaban yang ia berikan sangat diplomatis dan cukup memberikan perspektif baru bagi saya yang mantan seorang perokok. Rokok itu, kata kawan saya, serupa seperti makanan. Semuanya enak, tergantung dari siapa yang merasakannya.

Ia kemudian menjelaskan, bahwa kebiasaannya berganti-ganti merek rokok seperti halnya ia berganti-ganti makanan yang ia makan.

“Gue ada sih rokok yang tetap, tapi kadang bawa rokok merek lain, buat sampingan,” terangnya, 

“Lo kalau makan di warteg sama tempe oreg seminggu berturut-turut kan pasti bosen juga kan?”

Saya mengangguk. Walau sebenarnya, saya tidak setuju dengan pernyataanya dia sebab saya adalah tipikal orang tak mudah bosan pada makanan. Saya bisa dan sanggup makan menu warteg dengan tempe oreg basah selama seminggu berturut-turut. Setiap hari dengan tetap berselera.

Pertanyaan tentang relevansi makanan dan rokok itu kemudian membawa saya pada perenungan tentang kebiasaan  saya yang ternyata tak pernah bosan pada satu makanan tertentu.

Dulu, sekira tiga tahun lalu, saya hampir setiap hari selalu makan siang dengan ayam gebuk pak gembus. Menu nasi ayam goreng dengan perpaduan sambal kacang bawang yang saya temukan saat pulang kerja di sekitaran daerah Rawabelong Kebon jeruk. Pertemuan saya pada Ayam gepuk pak gembus yang kemudian memulai hari-hari saya berikutnya dengan sebuah rutinitas yang sama.

Enam bulan berikutnya, nggak di kantor, kampus atau dirumah saya selalu makan dengan menu tersebut, entah siang atau malam hampir tak pernah ganti-ganti. Dan ajaib, saya benar-benar tak pernah bosan dengan itu.

Sepupu saya kemudian ikut-ikutan untuk mencoba ayam tersebut. Dan pada kenyataannya, dia juga ketagihan. Namun dia ternyata punya batasannya sendiri. Baru dua hari makan dengan ayam gepuk pak gembus, di hari berikutnya, sudah memilih menu lain.

“Bosen, dari kemarin pak gembus terus,” kata sepupu saya. “Lo nggak bosen?”

“Enggak.”

Dan kebiasaan itu terhenti saat saya merasa sakit perut selama lima hari lantaran setiap hari selalu makan dengan takaran sambal pedas. Pada akhirnya saya harus mengurangi, setidaknya seminggu sekali.

Saya lantas mencoba untuk mengingat masa-masa lalu saya dan memang pada kenyataannya saya sudah sangat akrab dengan ketidakbosanan atas makanan tertentu Saat SMA, hampir selama tiga tahun saya selalu sarapan lontong sayur  dan tempe glepung yang dijual oleh Mbak Yuyun tetangga saya. Begitu pula saat saya pertama kalinya merantau di Tangerang di mana setiap hari menu yang saya makan adalah nasi padang dengan kikil.

Tidak munculnya rasa bosan dalam diri saya tersebut kemudian menjadi sebuah polemik tersendiri setelah saya berpacaran dengan Anisa. Anisa adalah tipikal orang yang sangat eksploratif dalam urusan masak. Setiap hari, ia selalu mencoba menu-menu baru untuk ia masak. Dan tentu, tidak semua masakan yang ia masak saya suka, khususnya menu masakan Italia yang ada kejunya seperti spageti,macaroni dll yang tidak begitu cocok dilidah saya. Namun sekali saya suka masakannya, saya bisa memakan masakan tersebut berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan lamanya. Saya suka sop daging, sambel terasi, tumisan sayur atau segala osengan yang dimasak oleh Anisa. Itulah kenapa, kalau Anisa bertanya hari ini ingin dimasakin apa, jawaban saya selalu saja sama aja, asal jangan masakan yang ada kejunya.

Apakah ini membuat saya tersiksa? Entahlah. Yang jelas, saya selalu merasa nyaman-nyaman saja makan makanan yang saya suka berulang-ulang ketika kawan-kawan lain sudah mencoba banyak menu makanan beraneka ragam.

Yah, setidaknya, dengan kebiasaan ini, bisa jadi hal yang pas buat ngasih gombalan klasik kepada Anisa

 “Sama makanan aja aku setia, apalagi sama kamu.”

Wednesday, July 22, 2020

MEMORI LAGU

Kadang  otak saya mengingat detail-detail yang trivial dari suatu kejadian. Saya tidak punya kemampuan visual yang baik. Penciuman dan indera perasa juga kurang peka. Alhasil yang lebih sering saya ingat adalah bunyi…

Musik.

Waktu itu saya masih SD. Kelas 4 atau 5, saya lupa persisnya. Sekeluarga berempat pergi dari rumah ke tempat mbah uti dengan mobil kijang rental dari kerabat Bapak. Bapak memegang setir, ibu di sampingnya. Seingat saya, adik perempuan saya duduk di kursi belakang sebelah kanan, dan saya kedapatan di belakang ibu. Waktu itu adik laki – laki saya masih dalam proses perencanaan produksi.

Sepanjang jalan kami menikmati lagu – lagu nostalgia yang menjadi lagu wajib keluarga kami, ada D’lloyd, koes plus sampai lagu campursari Didi kempot.

Saya ingat menjulurkan badan ke ruang di antara kursi bapak dan ibu, berusaha membuat mereka dengar suara saya yang menyanyi mengikuti lagu apa salahku dari D’lloyd yang saat ini sedang di produksi ulang oleh Betrand Peto. Lagu itu membawa saya pada masa dimana kami menikmati kemesraan di keluarga.

Entah lagunya dari kaset atau radio. Suara  Syamsuar Hasyim beradu dan mengalun. Saya menimpali dengan suara bocah saya, mengikuti lirik padahal tak paham maksud dari penggalan lirik tersebut.

Ibu dan bapak asyik mengobrol. Waktu saya tanya apa mereka dengar saya menyanyi, mereka bilang tidak.

Penting? Nggak. Tapi entah kenapa teringat sampai sekarang. Memori itu aneh ya.

PERTANYAAN KEPO

Tempo hari saya datang ke minimarket buat belanja. Mbak penjaga tokonya ngajak ngobrol sambil menunggu proses pembayaran.

“Mas Istrinya gak di ajak?”

Saya ketawa. “Saya belum nikah mbak”

“waduh dari mukanya saya gak percaya mas” sambung dia.

Ya saya jawab apa adanya. Memang saya belum menikah, perihal muka kelihatan tua itu karena faktor kumis dan jenggot yang lebat saja. Mbaknya bilang “oh” dan kelihatan agak malu.

Saya sih santai aja. Kadang ada orang yang merasa tersinggung dengan pertanyaan seperti itu, menganggapnya mengusik privasi, kepo, dan sebagainya. Tapi saya coba pakai sudut pandang lain. Siapa tahu mbaknya ada niat baik, mau menawarkan cukuran jenggot supaya wajah saya bisa terlihat lebih fresh dan muda. Atau mungkin dia sedang butuh cerita dan saran dari mas mas muda dengan tampang tua, jadi dia mau tanya-tanya. Toh nada mbaknya terdengar tulus waktu dia bertanya. Saya juga yakin kalau kebanyakan orang tidak ada maksud buruk ketika mengajukan “pertanyaan-pertanyaan kepo” seperti itu. Masa iya sih mbaknya sengaja memprovokasi saya, seorang pelanggan di tokonya.

Setelah itu kami lanjut ngobrol. Ya santai aja. Setelah transaksi belanja, kami berpisah dengan senyum.

Kadang kita bisa meminta orang lain untuk berhenti mengajukan pertanyaan kepo, tapi sering kali ini tidak bisa dihindari. Kadang kita yang harus mengubah cara pandang kita dan cara kita menanggapi pertanyaan-