Setiap menjelang 25 Desember
selalu muncul perdebatan-perdebatan sengit tentang hukum mengucapkan selamat
natal? Ternyata hal ini seperti musim yang selalu ada dari tahun ke tahun.
Mungkin musim di Indonesia ada tiga: musim kemarau, musim hujan, musim ributin
ucapan selamat natal. Padahal, jika dilihat dari segi pengucapannya, selamat
natal adalah hal yang sangat mudah dilakukan. Anda hanya perlu menjabat tangan
kerabat yang beragama nasrani, lantas mengucapkan “Selamat natal, Bro!” sambil
tersenyum agar manis sedikit.
Namun, setelah perdebatan sengit
di dunia maya, hal itu jadi terasa berat sekali. Tidak lebih mudah daripada
kisah percintaan para jomblo. Dalil-dalil dimunculkan. Sialnya, omong
kosong tulisan dari kubu yang pro
mengucapkan selamat natal dan kubu yang tidak mengizinkan ucapan selamat natal
sama-sama punya kekuatan untuk membius pembacanya masing-masing. Sehingga jika
kita hanya membaca salah satu darinya saja, kita pasti akan cepat-cepat
menganggukkan kepala. Jika membaca keduanya? Jadi pusing kepala saya.
Saya sendiri bersepakat untuk
mengucapkan selamat natal. Bukan karena tulisan-tulisan keren dari penulis
lepas di situs terkenal, yang banyak memasukkan hadits, cerita, atau
fakta-fakta terbaru mengenai toleransi beragama di Palestina. Melainkan dari
salah satu kutipan yang saya baca di buku Teror atas Nama Tuhan karya Mark
Juergensmeyer. Begini bunyinya: “Islam tidak dapat menggunakan kekerasan untuk cinta,
ampunan, dan toleransi. Kecuali tanah kita diserang.” Di buku itu disebutkan
bahwa kalimat tadi berasal dari Syekh Omar Abdul Rahman.
Kadang, saya berpikir lebih baik
agama jadi hal yang paling intim dan sakral pada kita. Ia tak perlu
dibesar-besarkan. Biarkan kita mengimani kepercayaan masing-masing tanpa harus
takut dengan omongan orang lain. Karena barangkali mereka yang paling sibuk
mengurusi agama lain, bisa jadi adalah orang yang paling ragu dengan agama yang
ia anut.
Kembali ke ucapan selamat natal.
Meski saya akan mengucapkannya kepada teman-teman nasrani, tapi saya tetap
punya beberapa kondisi di mana saya tak ingin melakukannya. Sebaiknya Anda pun
tidak usah melakukannya, sebab jelas haram hukumnya. Kondisi seperti apa?
Pertama, saat idul Fitri. Saya
tidak akan mengucapkan selamat natal ketika idul fitri. Karena tentu selain
waktunya kurang pas, tidak menyenangkan juga ketika khatib salat ied turun dari
mimbar langsung kita salamin, terus bilang “Met natal, Ustadz”
Kedua, belum natalan. Saya tidak
akan mengucapkan selamat natal ketika belum natalan. Misalkan natal pada
tanggal 25 Desember, saya tidak akan mengucapkan selamat natal pada 25 Maret.
Karena momennya tidak tepat. Juga untuk menghindari tuduhan bahwa saya tak
punya kalender di rumah.
Ketiga, kepada teman-teman yang
bukan nasrani. Saya tidak akan mengucapkan selamat natal kepada teman-teman
yang bukan nasrani karena tentu agama mereka punya hari rayanya sendiri.
Demikian tiga kondisi yang bagi
saya sangat tidak tepat untuk mengucapkan selamat natal.
Terakhir, jauhilah perdebatan
mengenai hal-hal pribadi seperti agama. Karena selain tidak menguntungkan, hal
itu juga belum pasti bisa membuat Anda masuk surga. Saya sendiri kurang suka
berdebat soal agama, karena ngaji pun saya masih nyendat-nyendat.